Kamis, Januari 28, 2010

Garam dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya pada Pak Tua. Pak Tua yang bijak hanya mendengarkan dengan seksama. Ia lalu menggambil segenggam garam dan meminta tamunya mengambilkan segelas air. Ditaburkannya garam tersebut kedalam gelas kemudian diaduk perlahan. "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya", ujar Pak Tua.

"Pahit, Pahit sekali", jawab Sang Tamu sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersebut sedikit tersenyum kemudian mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang tersebut berjalan berdampingan hingga sampailah mereka ke tepi telaga yg tenang itu.

Pak Tua kembali menaburkan segenggam garam pada telaga tersebut lalu dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan terciptalah cipratan air mengusik keheningan telaga tersebut."Coba ambil air telaga ini dan minumlah", ujarnya pada Sang Tamu. Saat tamu selesai meneguk air tersebut Pak Tua bertanya lagi "Bagaimana rasanya?".

"Segar", sahut tamunya.
"Apakah kau merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si Anak Muda.

Dengan bijak Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si Anak Muda lalu mengajaknya duduk berhadapan bersimpuh di samping telaga.
"Anak Muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu sama, dan memang akan tetap sama. Tapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tegantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidupmu hanya satu yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung segala kepahitan itu. Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mapu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si Orang Bijak itu kembali menyimpan segenggam garam untuk anak muda lainnya yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar