Sabtu, Januari 03, 2009

Film Perempuan Berkalung Sorban

"Perempuan adalah 'mahluk kelas dua'."

Anda familiar dengan pernyataan itu? Setuju atau tak setuju bukan masalah. Selama jawaban Anda adalah 'ya', berarti ini adalah kisah untuk Anda.

* * *
Kisah up to date dan universal ini dimulai pada pertengahan tahun ’80-an. Saat dimana semuanya terlihat baik-baik saja tapi nyatanya tidak. Seorang gadis kecil bernama Annisa (Revalina S. Temat yang pada awal ceritera berusia 10 tahun diperankan oleh Nasya Abigail) hanya ingin belajar naik kuda seperti kedua saudara laki-lakinya. Tapi dia dilarang oleh kedua orang tuanya. Kenapa? Karena dia seorang perempuan.

Keluarga Annisa memang bukan keluarga biasa. Ayahnya adalah Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), pemimpin pesantren salaf Al Huda yang keras hati. Pesantren salaf adalah pesantren tradisional yang menjalankan ajaran agama Islam berdasarkan kepada bagaimana para sahabat Rasulullah SAW (golongan salaf) menjalankan ajaran agama ini. Karena merekalah generasi yang langsung bertemu dengan Rasul, menyaksikan langsung peristiwa turunnya firman Allah SWT dan mendapat didikan langsung dari Rasulullah SAW. Sedangkan ibu Annisa, Nyai Muthmainnah (Widyawati), adalah seorang istri yang sangat patuh pada suaminya serta sangat mengabdi kepada keluarga.
Annisa tak pernah merasa nyaman dengan lingkungan keluarga. Dia selalu merasa disisihkan karena dia adalah perempuan. Untungnya ada satu orang yang sangat mengerti kegelisahan Annisa yang keras kepala. Mau mendengarkan keluh kesah Annisa dan mau mengajari Annisa naik kuda. Namanya Khudori (Oka Antara yang pada awal ceritera berusia 18 tahun diperankan oleh Aditya). Dia adalah seorang lelaki cerdas, berpikiran terbuka dan kebetulan adalah keponakan dari Nyai Muthmainnah. Namun perlindungan Khudori tak berlangsung lama. Khudori pergi ke Al-Azhar Kairo untuk melanjutkan kuliahnya di sana. Meninggalkan Annisa sendirian.

Tujuh tahun kemudian, Annisa yang berusia 17 tahun tak tahan lagi dengan kehidupannya yang mengikat dan tak adil kepada perempuan. Dia memutuskan untuk melamar beasiswa di sebuah universitas Islam di Jogja.

Annisa memutuskan untuk memperjuangkan kebebasannya.

Tapi garis hidup membawa Annisa ke dunia yang lain. Dunia pernikahan. Dunia yang dia harap dapat membawa kebebasan tapi sebaliknya bersama Samsudin (Reza Rahadian) yang ada hanya kekerasan dan penekanan atas keberadaannya sebagai perempuan.

Sementara itu ternyata Khudori kembali datang untuk Annisa. Tapi kali ini bukan dia yang bisa menolong Annisa. Tapi Annisa sendiri. Perjuangan Annisa ternyata tak semudah yang dia kira. Untuk mendapatkan kebebasannya dia tak hanya harus melawan keadaan tapi juga melawan dirinya sendiri.


Perempuan dan laki-laki adalah pelengkap untuk satu sama lain. Namun bukan hal yang baru kalau laki-laki malah menjadi penindas bagi perempuan. Perempuan dijadikan warga negara kelas dua. Ditindas hak-haknya. Dilupakan suaranya.

Di sisi lain emansipasi perempuan terus digaungkan. Sayangnya kesetaraan hak itu bukanlah sesuatu yang bersifat evolutif namun paralel. Di suatu waktu ada perempuan yang menjadi presiden tapi pada waktu yang sama ada perempuan-perempuan yang ditekan. Dipaksa menghentikan pendidikannya, mengalami kekerasan dalam rumah tangga atau dijual oleh keluarganya sendiri dan masih banyak kisah-kisah pahit lainnya.

Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas warga negara Indonesia sering kali dikaitkan dengan penindasan ini. Islam dianggap sebagai agama milik kaum laki-laki dan ayat-ayatnya menjadi alat untuk membungkam perempuan. Sebuah fenomena pro dan kontra yang terus berlanjut hingga saat ini.

“Perempuan Berkalung Sorban” adalah film tentang salah satu dunia paralel perempuan. Ini kisah tentang Annisa, seorang perempuan dari pesantren yang berjuang untuk mendapatkan hak-nya. Hak untuk memilih dalam hidup. Tanpa ada tekanan, termasuk juga tekanan yang mengatasnamakan agama. Ini kisah tentang perempuan yang percaya kalau agamanya, Islam, yang akan membawa kebebasannya sebagai manusia bukan malah mengurungnya.

“Perempuan Berkalung Sorban” adalah kisah untuk Anda yang percaya tentang pentingnya kebebasan seorang manusia.


Sinopsis
Ini adalah sebuah kisah pengorbanan seorang perempuan, Seorang anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Annisa (Revalina S Temat), seorang perempuan dengan pendirian kuat. Cantik dan cerdas. Annisa hidup dalam lingkungan keluarga kyai di pesantren Salafiah putri Al Huda Jombang, Jawa Timur. Pesantren Salafiah putri Al Huda adalah pesantren kolot dan kaku. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Qur’an, Hadist dan Sunnah. Ilmu lain yang diperoleh dari buku-buku apalagi buku modern dianggap menyimpang. Karena itu para santri, termasuk Annisa, dilarang membaca buku-buku tersebut.

Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim. Seorang muslimah yang baik menurut Islam adalah, tidak diperbolehkan membantah suami; Haram meminta cerai suami; selalu ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan suami, termasuk jika suami berkehendak melakukan poligami; Tidak boleh berkata lebih keras dari suaminya, sekalipun dalam menyatakan ketidaksetujuan; Tidak boleh mengulur-ulur waktu bahkan menolak ketika suami mengajak berjimak; Ikhlas menerima pembagian waris sekalipun hanya ¼ bagian. (lebih kecil daripada bagian laki-laki).

Pelajaran itu membuat Annisa beranggapan bahwa Islam sangat membela laki-laki. Islam meletakkan perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Sejak kecil Annisa selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari Kyai. Dua orang kakaknya boleh belajar berkuda, sementara Annisa tidak boleh hanya karena dirinya perempuan.

‘Bagaimana dengan Hindun Binti Athaba?’ Tanya Annisa kepada ayahnya. ‘Beliau perempuan, seorang panglima. Lalu Fatima Azahra, putri Rosul, malah memimpin perang.’

Tapi protes Annisa selalu dianggap rengekan anak kecil. Annisa juga sering memprotes, ketika Ustadz Ali (Leroy Osmany) mengajarkan kitab Akhlaqul Nisaa, Bulughul Maram dan Bidayatul Mujtahid, yang membahas hak dan kewajiban perempuan dihadapan suami yang dirasa tidak adil bagi Annisa.

‘Apa hukuman buat suami yang minta cerai,. Padahal sang isteri kekeuh mempertahankan rumah tangga?’ Tanya Annisa kepada Ustadz Ali.

‘Lalu bagaimana jika suami yang mengulur-ulur waktu atau menolak ketika sang isteri mengajak berjimak? Apa hukuman buat suami?’

Lagi-lagi protes Annisa hanya dianggap sambil lalu. Annisa selalu merasa dirinya berada dalam situasi yang salah. Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Annisa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Annisa. Khudori selalu menjadi tambatan, curahan perasaan Annisa ketika dirinya diperlakukan tidak adil oleh keluarganya. Diam-diam Annisa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Khudori juga menyadari selisih umur yang terpaut jauh dengan Annisa. Hal itu membuat Khudori selalu membunuh cintanya demi menjaga stabilitas pesantren. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo.

Khudori selalu menekankan ke Annisa untuk belajar. Kalau perlu sampai ke luar negeri. Khudori yang membawa pemikiran Annisa kearah keterbukaan wawasan, hingga secara diam-diam Annisa mencoba mendaftarkan kuliah ke Jogja dan keterima. Tapi kenyataan berkata lain. Kyai Hanan tidak mengijinkan Annisa melanjutkan kuliah ke Jogja, dengan alasan bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua. Annisa merengek dan protes dengan alasan ayahnya.
Akhirnya Annisa malah dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian), seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jombang. Pernikahan itu dimaksudnya juga sebagai pernikahan dua pesantren Salafiah yang mana nantinya akan menjadi pesantren besar. Sekalipun hati Annisa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga demi kelangsungan keluarga dan pesantren Al Huda.

Dalam mengarungi rumah tangga bersama Samsudin. Annisa selalu mendapatkan perlakuan kasar dari Samsudin. Samsudin adalah tipe seorang laki-laki pengidap kelainan psikologis. Seorang lelaki possesif, kasar. Tapi ketika Annisa berniat meninggalkannya, Samsudin akan berubah menjadi lelaki rapuh yang merengek-rengek sambil bersujud meminta ampun kepada Annisa. Biduk keluarga Annisa berlangsung bagai neraka. Tubuh Annisa yang semula segar bercahaya, menjadi suram. Apalagi dalam 2 tahun pernikahan, Annisa tidak dikaruniai anak. Keluarga Samsudin semakin memandang buruk Annisa dan Samsudin. Sampai kemudian Annisa harus menhadapi kenyataan Samsudin menikah lagi dengan seorang janda bernama Kalsum (Francine Roosenda). Seorang perempuan lebih tua, cantik dan bisa mempunyai anak. Harapan untuk menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi Annisa seketika runtuh. Annisa berada dalam pusaran gelombang panas yang tidak memiliki harapan untuk keluar.

Dalam keputusasaan itu, Khudori pulang dari Kairo. Annisa seperti mendapatkan harapan. Tapi Khudori bukan seorang anak Kyai seperti Samsudin. Apalah arti seorang Khudori bagi keselamatan Annisa. Tapi Annisa tidak peduli. Dia tumpahkan keluh kesah ke Khudori. Annisa meminta Khudori membawanya pergi. Annisa rela dianggap anak durhaka asal dirinya bisa keluar dari kemelut keluarganya. Tapi Khudori bukan lelaki gegabah. Khudori mencoba meredam ‘bara’ Annisa. Dalam kegusarannya itu, Khudori memeluk Annisa. Sebuah pelukan hangat seorang paman kepada keponakannya yang sedang resah. Tapi tiba-tiba, Samsudin datang dan memergoki keduanya. Samsudin berteriak ‘Zinah! Rajam! Rajam!’ yang kemudian membawa Annisa dan Khudori kedalam kemelut fitnah. Annisa tidak bisa berbuat apa-apa karena orang-orang sudah terlanjur terbakar emosi fitnah. Kejadian itu membuat Kyai Hanan malu dan sakit hingga kemudian meninggal. Khudori diusir dari kalangan keluarga pesantren Al Huda, sementara Annisa pergi ke Jogja untuk melanjutkan niatannya sekolah. Pesantren Al Huda diserahkan kepada Reza (Eron Lebang), kakak Annisa untuk dikelola. Akibat peristiwa itu, hubungan keluarga Samsudin dan Annisa menjadi buruk. Tapi Reza mencoba memperbaiki hubungan silaturahmi dengan keluarga Samsudin demi kepentingan pesantren. Hal itu membuat hubungan Reza dan Annisa renggang. Dimata Reza, Annisa seorang perusak stabilitas keluarga. Perilaku Annisa bukan cerminan anak kyai yang baik. Sementara itu Annisa berkembang sebagai muslimah dengan wawasan dan pergaulan yang luas. Lewat studinya sebagai penulis, Annisa banyak menyerap ilmu tentang filsafat modern dan pandangan orang barat terhadap Islam. Banyak buku sudah dihasilkan dari Annisa yang memotret hak perempuan dalam Islam.

Dalam kiprahnya itu, Annisa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya masih sama-sama mencintai. Namun Annisa masih dalam trauma pernikahan. Tapi Khudori adalah lelaki dewasa yang bisa mengerti kondisi Annisa. Akhirnya keduanya menikah meski sebetulnya pernikahan itu membuat hubungan Annisa dan keluarganya semakin jauh. Oleh Khudori, Annisa disarankan untuk pulang. Annisa tidak mau karena dirinya sudah merasa diusir dari rumah itu.
‘Sebenarnya tidak ada yang mengusir kamu. Kamu yang selalu merasa terusir oleh kami.’ Begitu Ibunya (Widyawati) selalu bilang kepada Annisa. Bagi Annisa Ibu adalah figur yang lemah. Tidak berdaya dihadapan ayahnya. Ibu bukan seorang yang bisa dijadikan teladan bagi Annisa. Tapi kemudian Annisa sadar bahwa untuk menciptakan lingkungan nyaman, seseorangan harus mengubah dirinya menjadi nyaman. Dan itu yang dilakukan oleh Ibu, yang biasa dipanggil Nyai. Rasa diam ibu, yang dianggap Annisa sikap lemah dan tak berdaya, sebenarnya adalah sikap toleran dan pengertian demi lingkungan stabil yang dia perjuangkan.
Akhirnya Annisa pulang dan sujud dihadapan ibunya. Kata maaf dari Annisa bukan ditujukan untuk suatu kesalahan. Tapi sebuah sujud rasa bakti kepada orang tua. Dalam kata maaf itu, Annisa berjanji untuk terus berjuang menjadi yang terbaik. Menjadi muslimah sebagaimana yang Ayah dan Ibunya inginkan ….

….

Hanung Bramantyo dan Ginatri S Noer

1 komentar: